HISTORI ROCK BAWAH TANAH DI INDONESIA
Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulitdilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai
pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy
(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS
(Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka
inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground
sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an.
Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal
Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan
musik keras dengan gaya yang lebih `liar' dan `ekstrem' untuk ukuran
jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band-
band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik
band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black
Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP.
Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah
hanya sedikit saja album rekaman yang terlahir dari band-band rock
generasi 70-an ini.
Dekade 80-an tercatat sebagai masa perkembangbiakan rock n' roll dan
mulai bergeraknya subkultur ini ke arah industri. Tokoh sentral yang
dominan mewarnai perkembangan musik rock di era 80-an tentu saja Log
Zhelebour asal Surabaya. Mantan pengusaha rental lampu disko yang nekat
mengkapitalisasi musik rock berkat dukungan perusahaan rokok ternama ini
secara berkala sukses mengorganisir Festival Rock Se-
Indonesia yang babak finalnya selalu digelar di kota pahlawan
Surabaya. Gara-gara festival inilah media massa nasional kemudian
mengklaim Surabaya sebagai barometer musik rock Indonesia. Ajang
kompetisi band-band rock nasional yang digelar sejak 1984 ini di
kemudian hari banyak melahirkan alumni-alumni rock kugiran yang
namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El
Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock
(Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log
jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di
Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
ketiga God Bless, "Semut Hitam" yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga
400.000 kaset di seluruh Indonesia.
Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda
sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style
musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band
yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth,
Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di
Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta,
Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali
lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri
komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988.
Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum
populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan
pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach,
frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana
oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung
di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band
baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut
mengusung musik rock atau metal.
Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx
(Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of
Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle
(GN'R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream
(Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang
membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal
bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death
metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie,
vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic
Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa
Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah
cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep
musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.
Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola
tradisi `sekolah lama', bangga menjadi band cover version! Di antara
mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama
mereka, "Rock Bergema". Ini terjadi karena mereka adalah
salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak
rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu.
Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah
bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik
rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari
beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio
Mustang. Mereka punya program bernama Rock N' Rhythm yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio
ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash
metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992.
Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita
rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan
Majalah Vista.
Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini
sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di
daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu
sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu
Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga
Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai
istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
mantan vokalis Rotor.
Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering
dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan
studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band
rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini.
Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di
Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni
SMA dan acara musik kampus sering kali pula
di "infiltrasi" oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang
historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas
Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia
(Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia
(Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).
Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia,
Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi
perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama
setelah Sepultura sukses "membakar" Jakarta dan Surabaya, band speed
metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah
label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album
speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh
Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua
hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis
album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The
8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur
Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser
Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim)
lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head
sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding band
seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album `The Head Sucker'.
Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.
Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air,
mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk
scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di
Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di
Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering
terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di
sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out
adalah bertukar informasi tentang band-band lokal dan
internasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga
merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya
memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya
berada di bawah tanah.
Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang
makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black
metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin
mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh,
Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor,
Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore
Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali
merilis mini album secara independen di Jakarta dengan
judul `It's A Proud To Vomit Him'. Album ini direkam secara
profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry
Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan
PAS).
Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground
pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed
terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band
Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer
berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n' paste
tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin
foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi
berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska.
Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997
Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan cover
penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh
edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di
internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang
selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid
Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan
sebagainya.
29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi
perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah
digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster Café.
Acara bernama "Underground Session" ini digelar tiap dua minggu
sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki rocker gaek
Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru
yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene
Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai
tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan
Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,
Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight
Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet,
Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV,
Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus
Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang' manggung
di sana.
10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama-
lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di
sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa
punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan
unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster
Café diluar dugaan malah banyak melahirkan venue-
venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Café Kupu-
Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah
Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene
Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs
punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB's Bar yang super-
sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-
mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs,
Seringai, The Brandals, C'mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,
Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang
paling `netral' dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yang
terletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini
pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen `menghabisi riwayat' mereka dalam
sebuah konser bersejarah yang berjudul, "Puppen : Last Show Ever", sebuah
rentetan show akhir band Bandung ini sebelum
membubarkan diri.
Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop
Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex
Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang
ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik
metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang
diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols
lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada
perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian
mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre
british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik ini
kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene
british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997
mereka sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe'. Generasi awal
dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit,
Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V,
Parklife hingga Death Goes To The Disco.
Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989
sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap
memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex
Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker
Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di
Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris
Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic
sendiri yang bertitel `Finally' baru rilis delapan tahun kemudian (1997)
secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang
memainkan musik ala Jane's Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak
sempat merilis rekaman.
Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots
yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The
Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun
kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel `Living
Comfort In Anarchy' via label indie Movement Records. Komunitas-
komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an
tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South
Sex (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People
di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di
Rawamangun.
Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah
album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang
rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth
Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan
sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah
Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy
Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.
0 komentar:
Posting Komentar